TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Sosial Tri Rismaharini menghapus data 9 juta orang miskin Penerima Bantuan Iuran (PBI) di BPJS Kesehatan. Penghapusan ini dilakukan karena berbagai sebab. Mulai peserta sudah meninggal, data ganda, hingga mutasi menjadi peserta yang lebih mampu dan tidak lagi menerima subsidi.
Tempo merangkum sederet fakta dari kebijakan Risma ini, berikut di antaranya:
1. Penetapan Pertama
Risma dilantik pada 23 Desember 2020. Hanya selang beberapa hari, Risma menerbitkan Keputusan Menteri Sosial (Kepmensos) Nomor 1/HUK/2021 pada 4 Januari 2021.
Lewat beleid tersebut, Risma mengatur kuota fakir miskin dan orang tidak mampu penerima subsidi BPJS sebanyak 96,8 juta jiwa. Adapun realisasi penetapan penerima saat itu sedikit lebih rendah yaitu mencapai 96,7 juta jiwa.
Risma mengakui saat itu data tersebut belum menyentuh perbaikan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS). "Karena ini untuk pelayanan kesehatan, gak bisa ditunda," kata dia dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta, Senin, 27 September 2021.
2. Sebanyak 9,7 Juta Bermasalah
Setelah itu, Risma dan tim melakukan evaluasi ulang. Sebab, Risma sudah diingatkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk perbaikan data penerima subsidi BPJS Kesehatan.
Setelah dievaluasi, ternyata banyak temuan dalam data 96,7 juta ini. Sebanyak 434 ribu penerima sudah meninggal, 2,5 juta ternyata data penerima ganda, serta 833 ribu sudah mutasi.
Mutasi artinya ekonomi penerima sudah naik dan mereka bisa naik status di BPJS menjadi kelas 1,2, atau 3. Sehingga, mereka tidak lagi bisa menerima subsidi dari pemerintah.